Aku Disini: Selalu


Ada ratusan- bahkan ribuan rangkaian

Kata-kata indah tentang

Kau-

Aku-

Yang menunggu waktu untuk dilahirkan

Yang menanti saat untuk ditemukan

Di atas kertas ini

Di halaman-halaman setelah ini

Tetapi aku memilih untuk menunggumu

Kembali-

Nanti-

Dan membisikkan kata-kata itu ke telingamu

Puisi-Puisi Dari Buku Kumpulan Puisi "SPECTRE" - Terbitan 2006

Bayang-Bayang Masa Lalu...
... sebuah pengantar...

Dengar wahai sobat-sobatku
Terhampar kini dihadapanmu
Seonggok kenangan dari hari dulu...

Tak aku mengangkat kepala
Apalagi bertepuk dada
Kala mulut-mulut itu menganga...

Pun ketika nafas telah kembali
Duka jauh terusir pergi
Badai tak mengamuk lagi

Dibalik kelamnya malam...
Dari neraka yang terdalam...
Menanti hantu-hantu masa silam!!


















Nisan Diantara

Disini Aku…
Terjepit antara bentang dua dunia
Dimana mula hidup beri nafas
Tapi kini cuma pelipur lara
Disela cekikan semena-mena
Dan yang sisa menyepoi angin buta
Entah topan hendak porak-poranda
Kemudian kukatup mata berangus telinga
Biar bisik hati ambil kendali
Tetapi sayang…
Terlalu lelah berkeluh-kesah
Terlampau parah menjerit nanah
Sekarat dibalur bilur-bilur duka
Dendam sarat tak punya makna
Sekarang nanar kupandangi dua dunia
Kurindu yang mula…
Kucinta yang sisa…
Nisan kan kubangun diantara!















Mati Mentari

Terhenyak aku dipenghujung hari
Mentari menjerit lirih dibunuh kelam
Sebelum mata tak lagi kecap cahya
Sempat kulempar pandang jauh ke awal fajar
Dengan manis madu kuhirup embun pagi
Berseri nafas wangi berjuta nektar bunga
Penuh dada meresapi jiwa kaya warna
Indah masa membuai putik-putik cinta

Namun …
Barat ganti mengerang
Redup sinar mulai terkekang
Kabut mulai lahap sisa-sisa siang
Melintas angin dingin awal sengsara
Satu-satu denyut mulai sirna
Lewat separuh putaran hari raga

Dan…
Mulailah jerit sengsara landa
Semi diperkosa gugur daun-daun embun
Tubuh layu
Iman membiru
Badai menderu
Kering serak kerongkongan mendamba sejuk
Tapi semua mata air bercemar tuba
Lapar jiwa disambut ranggas pohon korma
Tak lagi punya apa-apa di tepi sepi
Kelam menjelang ditemaram petang
Kaki kelu tak lagi mampu berseok
Kupejam rana
Kusimpuh lemas lutut
Jurang tanpa dasar menganga dihadapan
Terbentang menelan akhir jalan

Kemudian sakaratul membungkus nafas
Mengantar gumamku penghabisan
Bukan pada diri atau lain insan
Namun untuk Tuhan Alam yang sebah berdarah

…sudah selesai…





























Spectre

Kenangan masa silam tak pernah lekang
Hanya sembunyi dalam kelam
Untuk datang lagi menerkam
Dikala t’lah larutlah malam!





























Ketika Cinta Mati

Aku tahu
Aku sadar
Bahwa layak diri dihina
Ribuan sembilu cincang
Ombak badai tenggelamkan
Panas lepuh lekangkan
Resah tak terjawabkan
Pedih tak terperikan
Tangis tak terisakkan
Menyisa siksa didada
Kembali sendiri disini
Hembusi nafas hari
Menghitung detak jantung
Menjumlah detik waktu
Kusereret langkah berbeban kalbu
Kala siang kelam menenggelam
Rindu dendam dipendam kesunyian
Aku tahu… Aku sadar…















Kemboja

Apa dosa setangkai kemboja
Yang mekar sepuluh tahun lantas layu?
Toh ia lalu gugur
Menghamili tanah dengan darah
Dan jadi asa buat nyawa
Tunas-tunas muda!



























Jangan Cucurkan Nanti

Jangan cucurkan airmatamu kelak
Kala ragaku tak lagi hangat dengan candatawa
Kala ranum senyum tak lagi terukir dikulum
Kala nada swara tak lagi bergema dari rongga hati
Kala belai nafasku tak lagi menyapa hari sepi

Jangan cucurkan airmatamu kelak
Kala citaku tlah lalu dihembus angin waktu
Kala buah penaku tinggal nyala kusam di ingatan
Kala kisah hidupku hanya dengung di malam buta
Kala cintaku terkubur beku dalam jasad kaku pilu

Karena tak bisa lagi kudongengkan
Kisah cinta dan kehidupan ke telingamu
Tak mampu lagi kutatap kagum
Sempurna karya indah dirimu
Tak mungkin lagi kurengkuh takjub
Lembut tubuh harummu
Tak sanggup lagi kunyatakan
Deru cinta didasar hati untukmu

Tangisi aku sekarang!
Saat hatiku haru biru karena cinta lekang dariku
Saat mentari harap pupus hampa dari anganku
Saat jari-jari sunyi mencekik kaku nafas jiwaku
Saat hitam kelam pandang mata khayalku

Menangislah bersamaku!
Balut lebam luka jiwaku dengan tangismu
Banjiri kosong lompong hati keringku dengan airmatamu
Puaskan dahaga rasa tubuhku dengan isakmu
Suburkan gersang taman cintaku dengan ratapmu

Karena airmata suci
Adalah bukti bijak dan tulus hati
Bukan sesal dan gundah dihari nanti
Jika jatuh menggerimis kala raga
masih bersekutu nafas
Bukan saat nyawa tlah diregang pergi





























Kucari Bahagia

Harapku tumbuh bagai lumut dalam hujan
Segar angan subur menghijau
Mekar bak kembang kala semi
Wangi warna warni mimpi

Tapi musim cepat berganti…
Kini hilang hijau hatiku
Kini layu bunga rasaku
Kini lenyap warni jiwaku
Tinggal aku tertunduk sendiri

Alangkah kejam dirimu alam
Jangan kau curahkan hujan
Jangan kau semikan musim
Jika hanya sekejap saja

Wahai hujan… Wahai semi…
Jauhi aku!
Tinggalkan aku!
Biar aku disini
Berteman sepi gersangku
Kan kucari bahagia
Dalam kematianku…










Yang Menanti Kembali

Rindu angin sepoi pada mawar
Tak kan pernah terobati
Selaksa kerlip bintang sekalipun...

Angin:
Mawarku, aku rela beku
Dalam peluk kelopak embunmu!


























Tak kan

Tak kan pernah langit hitam pancarkan cahya
Atau bunga layu kembangkan warna
Tanah gersang suburkan rasa
Seperti mati suri hati yang luka
Tak kan pernah terseberang lautan badai
Ka la sampan terbelah dan layar koyak
Arus deras bawa cita ke alam fana
Seperti mati rasa jiwa meregang nyawa
Tak kan mampu lewati hari
Saat rindu pupus jeri
Saat mencari belahan hati
Tawa datang silih berganti!
Kini langit kelam hitam
Bunga gugur layu
Tanah gersang kering
Siang tlah berganti malam

Dan…
Tak kan pernah mentari pancar lagi














Gabriel, Dimana Kau?

Malaikat tak lagi tinggal dalam gelap
Cuma bayang-bayang kaku yang setia pada ratap
Satu-satu menancap kuku menuju senyap
Padahal terang tak lagi gemar tabur harap





























3650

Apalah artinya waktu
Saat nafas ditarik atas nama cinta
Musim dan tahun berganti
Tak menyisa pedih nan luka
Apalah maknanya usia
Kala di nadi mengalir sayang
Kerut wajah bertambah malah
Buktikan kuat rasa didada

Andai kau bisa baca janji
Berlaksa-laksa kulangkah kaki
Walau kerikil kerap robek hati
Senyum juga yang datang menemani
Tak cukup seribu tahun lagi
Atau sejuta edaran matahari
Aku ingin hidup tak cuma sendiri
Tetapi bersamamu selalu disisi
Karena tanpamu aku mati hari ini















The Pain

Mengapa mentari harus menangisi kepergian malam
Kala angin membawa badai airmata?
Mengapa harus menikam belati kerusuk kenangan
Disaat nyawa daun lenyap sirna?





























Debu dan Bintang

Aku jatuh cinta pada langit
Padahal sayap peri punah kala remaja
Yang kumampu lolongi bulan
Dan bisiki telinganya

Sekali-kali langit pasti menagisi aku



























Abadi

Tlah sadarkah dirimu?
Bahwa bunga tak selamanya mekar
Matahari tak sepanjang tahun bersinar
Dan jiwa tak abadi bersekutu raga?
Tlah sadarkah dirimu?
Bahwa langit tak selamanya cerah
Laut tak sepanjang tahun tenang
Dan jantung tak abadi berdetak?

Jadi… Sadarkah dirimu kini
Bahwa jiwaku abadi mengasihimu?
Sadarkah dirimu kini
Bahwa ragaku abadi mencintaimu?

Walau derita kurasa
Lakumu cekik nafas sukma
Tak sedetikpun kan aku serah!
Cintaku klak kubawa mati…















Sebait Senyum

Jangan punah wahai senyun
Jangan henti tebarkan harum
Jangan hapus diukir kulum
Jangan hilang kecup cium





























Untuk Airmata

Duka iris kalbu bak sang zalim
Saat rintik airmatamu menggerimis
Mencekat tarik nafasku beku
Kabut hina dina menghembus
Sendi-sendi berkarat kaku…

…Aku jangan kau tinggal sendiri…


























Sajak Ragu Rembulan

Mengapa ragu wahai kasihku?
Mencekal leher menepis rindu
Bilakah rasa ungkap cerita
Jarak selalu cipta curiga

Mengapa percaya ungkap rembulan
Usik telinga kesisi jalan
Akankah mata berkafan mati
Perduli tidak pada khotbah hati

Kuajak dikau sama meratap
Jikalau khayal tak jua harap





















Utara

Tiada pernah kuragukan senyum itu
Ketika ia merekah harum diwajahmu
Tak pernah kurang rasa percaya
Bila kata-kata meleleh di bibirmu
Telah aku pergi jauh melewati angan
Menerobos tembusi ketakutan ganjil
Yang sedari dulu bersemayam di nadi
Melewati buih ombak melangkahi rentang laut
Kubawa mimpi dan pelukmu jauh
Kenegeri terik menyengat dan laut sebening kaca
Tiap nafas kutarik atas nama kenangmu
Denyut nadiku selalu gemakan kasih setia
Senyummu sertai langkahku selalu
Diriku kuat bahkan saat mata menyorot
Jutaan bayang tak mau lepas jiwaku
Menampar dengan tanya
Kujawab lantang mereka
Aku bawa cinta dibalik buruk rupa
Damai kuseru ketelinga
Kutawarkan kemerdekaan disana
Dari kebodohan dan ketakutan
Apalagi kungkungan penjara nurani

Aku bukan nabi
Mulutku kan terkatup tanpa daya
Jika gemulai mimpi tak menyertai
Bakti pada manusia adalah anugerah
Yang kuterima dari rasa cinta
Serak suaraku kuhibahkan lawan penindasan
Karena ku tahu nafasmu kan segarkan jiwa


Tak penah kuragukan senyum itu
Bahkan ketika tanah rumahku sambut
Berlaksa kutuk dera pundak lepuh
Disubuh buta saat sandar dermaga
Telah kucapai mimpi malam ini
Walau sengal nafas dan sedu sedan
Masih hiasi tubuh dandani raga
Peluh lelah tak mampu kuburkan rindu
Lari kuhampiri bayang ragamu
Bawa ragam cerita cita dan cinta
Lelah tak terasa airmata tak terseka
Wahai! Aku tiba bawa asa
Tetapi hangat senyum tak sambut aku
Cuma goresan tajam sinis diraut
Gelak ejek memekak telinga
Beku hati pisahkan bulan dan bintang
Letih renggut semangat
Peluh bakar sukma
Terhempas ke dunia derita fana

Aku bukan nabi
Tak kuharap puja puji
Apalagi singgasana sanjung diri
Hanya mencari setetes embun
Bagi batin yang kering merekah
Sebiji korma dari oase sejukmu
Kan kenyangkan abad-abad laparku

Tak pernah kuragukan senyum itu
Walaupun dusta dan hina membanjir
Percaya tak pernah luntur sirna
Derita kuanggap kawan setia
Tak ada apa-apa yang kubawa
Janji-janji haram kutabur
Emas permata juga gemerlap harta
Tak ada yang ingin kupunya
Hanya setia selalu kuikrarkan
Setiap langkah setiap pijak
Tak luar biasa memang
Dibanding mahkota tawaran mereka

Aku bukan nabi
Tuhan tak lafalkan kata lewat mulutku
Pula jalannya tak selalu ku setia
Dosa pun kotori tiap laku
Namun…
Dia ajarkan cinta setia
Yang jadi garis takdir diri
Kan kubaktikan sepanjang nafas
Hanya untukmu
Senyummu tetap terindah di ingatan
Walau kini layu menguap disengat terik
Kenangan manis tetap mendenting
Alunkan melodi sejukkan duka
Canda yang kini tak lagi menyapa
Peluk yang kini punah
Masih tersimpan erat direlung jiwa














Alam Kita Bukan Dunia Mereka

Kubaca resah hatimu lewat tutur
Menembus senyum menyilau binar
Bahagia kan terampas dari dunia mereka
Yang menukar nurani dengan akidah

Kukecup usir gundahmu lalu mimpi
Menerobos kelam diri dirundung mendung
Damai kan terukir di alam kita
Yang menebus rasa dengan cinta
























Kelam Malam

Dingin malam bekukan tulang
Lirih nafas temani tidur
Gundah menari-nari di mimpi
Henyakkan sadar pada miskin rasa
Kupadam harap
Kubunuh asa
Hampir-hampir kucabut nyawa!

Hela nafas bekalku tidur
Setarik saja sampai pagi menyapa
Esak kan kupeluk derita
Seperti kemarin…
Kemarinnya…
Kemudian esok…
Esok lusanya…
Sampai selama-lamanya!

















Dusta

Siang itu kelu...
Malam itu ragu...
Mengapa tak ku penggal lidah ini
Ganti kemilau untai kata basi?
Kan kau telah buang gendang
Ganti senyum kosong itu



























Sebuah Pertanyaan

Kemanakah harus kuhembuskan
Angin gersang yang terpenjara dalam dada
Karena kian lama kian panas
Meretas menggemeretak melayukan subur hati

Seharusnya lewat mulut kumuntahkan aral melintang
Tetapi harus rapat terkunci bagai jeruji besi

Kemanakah harus kusorotkan
Sinar membakar amarah jiwa
Sebab terlalu sering bayang-bayang menghantu
Mencuri nurani merampok merah darah hati

Sebetulnya lewat pori-pori kualirkan lahar keraguan
Namun mesti tercekik bagai mata air mati

Kemana?
















Kau

Aku lihat kau
Diseberang telaga
Berkalung tawa
Bertabur bunga
Tapi...
Mengapa mesti
Kau sembunyi
Cuma dari
Tatap nurani
Yang lagi
Terkoyak sepi?






















Eros & Agape

Haruskah setiap hari kau kenyangkan aku
Dengan caci-maki?
Tidakkah ada saat dimana kau tak taburi aku
Dengan berlaksa hina?
Belum puaskah hatimu jika bibirmu tak sinisi aku
Dengan jelek ejek?
Tak terdengarkah nurani saat kau sembur aku
Dengan sumpah serapah?

Wahai Tuhanku!
Ampuni kami yang tak pernah tahu
Dengan apa yang kami perbuat
Kepadanyalah cinta kuhibah…
Kepadamulah penderitaan kuserah!



















Diriku Dimatamu

Aku sebongkah kotoran
Sampah sisa berlalat
Pergi dari hadapanku!
Muak aku lihatmu!

Aku daki debu kotor
Bau amis jijik
Jangan dekati diriku!
Tak layak cintaku!

Aku surut malu
Gelegar Petir sambar jiwaku
Tak pernah kuraba duga
Kau…
Ludahi janji setia kita
Namun sadar tak jua sirna
Aku memang sampah sisa
Yang dibuang jauh segera















Khayali

Wangi malam ini membuat aku menghayali
Matamu yang selalu tersenyum
Seakan nadi akan berdenyut sampai bumi mati

Sayang...
Kelopakmu cepat lelah menyerah



























Pura-Pura

Tadi malam hatiku teriak pedih
Tak mampu lagi dia tanggung rasa
Aku pura-pura tak dengar
Nanti juga dia diam sendiri
Tadi malam hatiku menangis sedih
Tak sanggup lagi dia bendung rasa
Aku pura-pura tak tahu
Nanti juga dia berhenti sendiri
Tapi celaka!
Pagi ini hatiku tak kutemui lagi
Dalam rongga dada ini
Entah dimana…
Entah kemana…
Ah, maafkan aku wahai hatiku
Bukan aku tak perduli padamu
Tapi gundah curi warasku
Kala cinta hilang dariku
















Menuai Hancur Menabur Harap

Sendiri aku langkah meningkah badai
Dingin basah tubuh beku geligi tulang
Telah jauh seret langkah airmata derai
Lari terusir dari kenyataan membayang
Lalu kau lembut harum hampiriku
Tawar lambai canda senyum tubuh hangat
Gayung kusambut fajar teduh kurindu
Lemah sungguh kuharap tulus sangat

Tuntun aku tiba rumahmu awali janji
Diluar ditinggal aku pintu terkunci
Didalam kau sembunyi jendela berjeruji
Termangu kuhenyak kecewa temani sepi
Lelah aku resah tak mau lagi dusta
Pun padamu rindu padamu cinta
Mengapa aku hancur kau robeki luka
Meracun tikam antara derita duka
















Jarak dan Waktu

Masih terasa belai nafasmu ditelinga
Bukan hawa bertahun lalu, tapi sisa kemarin
Telah terlalu jauhkah masa merentang?
Telah terlalu lamakah jarak melayang?





























Kembalikan Aku

Buih ombak sapa malamku
Deru mesin garang mengerang
Kerlip kabur lampu kota
Makin sirna ditelan jarak
Termenung dalam tanya dan duga
Saat rasa tak mau lagi dusta
Bahwa risau hati tinggalkanmu
Kan tak terobati oleh mimpi

Hai laut !
Jangan kau pisahkan
Antara damai di tanah yang kutinggalkan
Dan anak bumi ini
Hai angin!
Jangan kau palingkan
Antara aku yang kini sepi mati
Dan putri mati dirumahku

Kelak kau harus bisa kembalikan
Jiwa gamang ini keasalnya
Ke gunung lembahnya
Ke pangkuan perempuannya











Lari Sembunyi

Mungkin kau tak cinta lagi
Pada mentari yang terbit setiap pagi
Memancar setia sepanjang hari
Mungkin kau tak lagi perduli

Mungkin kau tak cinta lagi
Pada bulan yang temani mimpi
Serentang malam mengusir sunyi
Mungkin kau tak lagi perduli

Tapi…
Nanti mampukah kau lari
Dari kejaran bayang-bayang hati?
Dan bisakah kau sembunyi
Dari sorot mata nurani?


















Bayang-Bayang

Melintas seberkas bayangmu
Yang selalu aku rindu
Tapi tak lagi seceria dulu
Kini merobek menyisa malu

... Dan dosa ganti menghantu
Nafasku tercekat...
Satu...
Satu...
























Catatan Menjelang Senja

Jikalau hariku tlah capai surut padam
Kan terukir selalu renai impi masa silam
Waktu rindu setia mengawal gerai jejak
Kalbu masih disemai indak kembang sanjak

Bila dayu doa tlah terangkum maghrib
Kan melukis kenang ke derita salib
Saat derai derita serasa temukan peraduan
Ratap pun berpesta anggur disela goda rayuan

Semua lepas tak lagi membuai syahdu
Kini debu kembali jadi debu!

0 komentar: